Terima Kasih Untukmu Yang Dahulu

Sumber: Unsplash.com 

Setiap kita pernah mempunyai mimpi, menikah dengan sesorang yang dicinta. Baik entah itu dahulu teman sekolah. Atau kuliah. Begitupun dengan diriku, aku pernah mempunyai cita-cita berumah tangga dengan dirimu. Mempunyai beberapa anak dan hidup bahagia.

Awal perkenalan denganmu tidak sengaja, hingga membawa rasaku sampai sejauh ini. Aku percaya setiap pertemuan bukan kebetulan, Allah pasti sudah mempunyai rencana dibalik pertemuan tersebut.   

Aku tidak pernah merasa semangat, termotivasi untuk datang ke sekolah kecuali, setelah mengenal dirimu yang membuatku ingin setiap hari masuk sekolah, bahkan tanggal merah sekalipun. Karena hanya disana aku dapat melihat sosok dirimu, dirimu yang selalu kunanti kehadirannya melewati lapangan sekolah, membawa mukenah untuk melaksankan shalat shunnah dhuha.

Kamu tahu? dari jendela kelas aku perlahan-lahan memperhatikan dirimu, detak jantungku memopa begitu cepat, tangan hinggaku kepal karena gregetan dan begitu bergembira bisa melihat dirimu. Ini yang kamu tidak ketahui tentang seseorang yang mencintaimu.

Mengenal dirimu-- membawaku sampai sejauh ini, patah hati yang mendewasakan. Bahwa, tidak semua yang mencintai harus saling mengetahui. Tapi bukankah setiap ungkapan yang datangya dari hati itu melegakan?

Tapi diri ini tidak pernah berani untuk berbicara langsung. Kau yang membuatku sabar dan sadar dengan kalimatmu dahulu, “Untuk apa pacaran kalau nanti putus, lebih baik jomblo sampai halal.”

Lalu, seiring dengan berjalannya waktu dalam penantian. Hari demi hari, bulan demi bulan, sampai pada waktu ketika sedang membuka YouTube, tidak sengaja ada salah satu judul ceramah yang maa syaa Allah, membuatku sampai sejauh ini atas izin dari Allah, beliau Ustadz Ahmad Zainudin dengan ceramahnya yang berjudul ‘Kuputuskan Cintamu Karena Allah.’ Dan dari ceramah tersebut banyak pedewasaan yang dialami, memadang suatu persoalan dengan kacamata yang berbeda.

Aku rasa tidak ada yang namanya sebuah kebetulan, aku yakin pada saat itu Allah yang mengatur itu semua. Rasa tertarik untuk membuka, mendengarkan sampai selesai ceramah tersebut.

YaAllah aku bersyukur dengan hari tersebut, entah apa jadinya bila tidak membuka ceramah tersebut, aku akan terus menjerumuskan dia kepada sesuatu yang Allah murkai. Dan dari ceramah tersebut banyak sesuatu yang aku dapatkan, bagaimana laki-laki yang baik itu tidak mungkin mengajak wanita yang dicintainya menuju kepada sebuah dosa. Menikah atau tinggalkan, itu. Ini yang kamu tidak ketahui tentang seseorang yang mencintaimu.

Pun, pada saat itu kita memang tidak mempunyai hubungan apa-apa.

Lalu, tibalah hari dimana setiap orang yang bahagia akan masa remajanya takut. Yaitu pada saat perpisahan sekolah.

Ketika aku memasuki pintu gerbang sekolah, banyak sekali kawanan manusia. Aku tidak peduli dengan hingar-bingar mereka pada saat itu, aku sibuk menoleh sana-sini, mencari sosok dirimu.

Pada saat yang aku ingat, kita berbaris dengan menurut urutan kelas. Kelasmu berada didepan kelasku. Mataku mencari sosok dirimu dari sekian banyak kerumunan manusia, lalu tiba pada saat aku melihatmu.. Punggung yang-- selama 2 tahun ini aku menjadi pemerhati setianya. Pemandangan paling indah, yang sangat aku suka, berlama-lama menatapnya. Ini yang kamu tidak ketahui tentang seseorang yang mencintaimu.

Kau tampil begitu cantik dan anggun di hari perpisahan kita, kau mengenakan kebaya berwarna biru, sampai-sampai aku tidak mengenali dirimu. Dan aku pada saat itu juga mengenakan jas hitam, ah rasanya pada saat itu adalah waktu yang tepat menghadirkan penghulu dan saksi atas ijab kabul kita. Aduh apa aku ini!   

Kulihat disana juga kau membawa keluargamu. Aku melihat ayah, ibu dan adikmu menemani di perpisahan kita. Kamu tahu? Banyaaaaak sekali yang ingin sekali aku bicarakan pada saat itu. Disana aku ingin mengatakan kepadamu bahwa, “bersabar. tunggulah aku. Kelak jika aku sudah cukup biaya, aku akan mendatangi rumahmu.”

Tapi dengan beberapa pertimbangan, membuatku mengurungkan niat tersebut. Aku takut ketika menatap kedua mata indahmu itu nantinya membuatku makin terlarut dalam kecintaan dan dosa. Aku tahan demi kebaikan kita bersama. Karena nasihat dari ceramah tersebut begitu menancap dan aku ingat sekali. Dan aku takut menjajikan sesuatu, yang aku belum tahu apakah mampu mewujudkan itu.

Aku pada saat itu menikmati acara terakhir kita, tertawa, larut dalam euforia kebahagiaan bersama teman-teman. Terkadang, sembari perlahan-lahan, memandangimu dari kejauhan. Sedih, karena pada saat itu aku tidak bisa melakukan apa-apa, aku bersyukur hatiku pada saat itu di dominasi rasa takut kepada Allah. Maka, kutahan semuanya.

Kau tahu, aku berusaha tidak mengajakmu untuk berfoto, aku tahan semuanya. Sampai yang ditakutkan terjadi, ketika temanku yang memaksakan hal tersebut, kurang lebih begini, "mba, topan tuh minta foto mba.."

Kemudian, kamu berdiri dari tempat dudukmu, sambil melihat ke arahku. Dalam hati aku berkata "yaAllah hancur sudah."

Aku tetap berusaha duduk, karena aku sangat takut akan itu. Kemudian temenku pada menyerang, "ayolah pan hari terakhir, si mba juga udah berdiri itu!"

Dan, mau tidak mau aku akhirnya berdiri. Lalu berfotolah kita.

Tetapi bila kau perhatikan foto tersebut. Wajahku sangat takut sekali pada saat itu. Begitu tegang dan sangat kaku. Antara rasa bahagia dan takut campur aduk menjadi satu. Sebab aku mencintamu, aku berbuat demikian, aku menjauh peralahan-lahan. Ini yang kamu tidak ketahui tentang seseorang yang mencintaimu.

Kemudian setelah beberapa bulan perpisahan sekolah, termasuk kejadian hilang handphone ketika test ujian SBMPTN. Disana banyak sekali hikmah yang aku dapatkan. Mulai dari tidak bisa men-stalk dirimu. Atau melakukan chatan. Tapi aku selalu menanyakan kabarmu melalui teman-temanku.

Sampai-- pada suatu malam, entah aku lupa pada bulan apa tepatnya. Aku meminjam handphone temanku untuk membuka Instagram. Diam-diam mencari namamu di pencarian, dengan rasa tidak sabar melihat sosok wanita yang berkat senyumannya, aku bisa sedewasa sekarang.

Perasaanku begitu bahagia, karena bisa melihat dirimu kembali setelah beberapa bulan terpisah.

Lalu kutemui pertama dijajaran feed Instagram-mu disana terlihat fotomu dengan seseorang laki-laki yang asing, asing karena aku belum pernah mengenalnya. Pada saat itu berpikiran positif, siapa tahu hanya teman.

Sampai aku penasaran, lalu aku telusuri lebih dalam dan mendapatkan sebuah kesimpulan; ternyata itu kekasihmu. 

Patah hati yang sudah lama tidak kurasakan, harapanku yang menjulang tinggi tentang dirimu tersebut jatuh-sejatuhnya. 

Malam yang semestinya asik bersama teman-teman, menjadi hambar, tangan menjadi kaku masih tidak percaya dengan semua ini.  

Aku berusaha menghibur diri ini, mencari judul-judul ceramah yang menguatkan aku. Karena tidak ada yang lebih kuat daya pengaruhnya terhadap seseorang, kecuali ketika di sampaikan firman Allah dan hadits nabi Shallallahu’alaihi wasallam.

Lalu aku menjadi teringat akan kalimat yang dulu pernah kamu katakan, “Jangan pernah berharap kepada seseorang, melebihi rasa pengaharapannya seseorang hamba kepada sang pencipta.” Dan itu benar, Allah mematahkan harapan tersebut. 

Sekarang aku sudah mulai berdamai dengan diriku sendiri. Patah hati menjadi sebuah pendewasaan diri. Rasa sakit membuatku bangkit dan mendapatkan pelajaran penting dari setiap kejadian-kejadian yang telah dilalui. Maka, aku memberanikan diri untuk menuliskan tulisan ini.  

Terima kasih untukmu yang dahulu, dengan patah hati denganmu aku mendapat pelajaran penting, bahwa manusia hanya bisa berencana, tetapi Allah yang menentukan. 

Terima kasih untukmu yang dahulu, aku merasakan motivasi belajar lebih agar dapat membuatmu bangga. Kamu ingat? Aku pernah berjanji untuk masuk 10 besar, dan kamu tahu? Aku berhasil mewujudkan hal itu. Ini yang kamu tidak ketahui tentang seseorang yang mencintaimu.

Terima kasih untukmu yang dahulu, aku tidak pernah menyesal menjadikanmu sebagai doa panjang yang sering aku sebutkan namanya berulang-ulang, menjadikan dirimu sebagai gambaran ibu yang pas buat anak-anakku nanti. Sampai seperti itu? ya begitulah aku. 

Sudah dua tahun berlalu semenjak kejadian tersebut. Kalau kamu saja pada saat ini sudah mendapatkan kebahagiaanmu, apalagi aku. Aku bahagia dengan diriku yang sekarang dan kamu sepertinya juga bahagia dengan dirimu sekarang. Mari kita sama-sama menikmati sekenario dari Allah dan tetap saling mendoakan kebaikan.

Aku berdoa untuk hubungan kalian;

Semoga lelakimu itu bisa menjaga dirimu dengan baik sebagaimana aku berharap aku yang dulu dapat menjagamu dengan baik.

Untuk lelakimu, pesan dariku. “tolong jagalah dia, jangan kau sakiti, karena kamu tidak tahu di luar sana ada seseorang yang berharap bisa berada di posisimu saat ini.

Maafkan diriku, bukan berhenti atau menyerah untuk memperjuangkan dirimu. Tetapi aku sadar, aku belum memiliki apa-apa untuk membahagiakanmu, mengikat cincin di jari manismu. Lebih baik meninggalkan, karena yakin sejauh apapun jarak, sebanyak apapun pria yang mendekatimu kelak, kalau Allah sudah mendakdirkan dirimu bersamaku, mereka bisa apa?

Level tertinggi dalam mencintai adalah mengikhlaskan. 

Aku sadar, aku kalah oleh kenyataan. Semoga kamu berbahagia dengan dirinya.

Terakhir, yang ingin aku katakan kepadamu, jika kamu membaca tulisan ini suatu saat. “Maafkan dulu aku pernah mendekatimu dengan cara yang salah, dengan sesuatu yang tidak dibenarkan oleh Allah, itu sebab kebodohanku. Karena pada saat seorang jatuh cinta itu seharusnya yang pertama kali dihubungi adalah Allah, bukan makhluk yang ia suka."

Sebab yang aku percaya; perempuan yang baik, untuk laki-laki yang baik. Dan laki-laki yang baik untuk wanita yang baik.

Dan aku tidak sabar menantikan, hari dimana nanti kita saling bertemu, aku melihatmu sudah dengan perasaan biasa saja. 

Ya, hanya sebagai teman yang sudah lama tidak berjumpa dengan teman lamanya.

Terima kasih.

Taufan Maulana Putera
02 Agustus 2019
Ditulis di Yogyakarta tercinta

Komentar

Postingan Populer