Berasa Aneh

Sumber: Unsplash


Alhamdulillah diberikan kesempatan untuk bertemu dengan hari raya lebaran 1441 H. Hari dimana kita disunnahkan untuk menampakkan wajah bahagia, senang, dan antusias.

Tahun ini lebaran tidak seperti biasanya, takdir Allah lebaran sekarang ditemani dengan pandemi covid-19. Dimana, pada diri-diri manusia ada ketakutan-ketakutan, begitupun dengan saya.

Di mushola dekat rumah saya kebetulan mengadakan shalat iedul fitri. Tetapi saya lebih memilih untuk shalat di rumah. Ibu saya yang pergi shalat di sana. Ciri khas beliau dari setiap tahun ke tahun adalah: Selepas shalat shubuh, beliau sudah menaruhkan sajadah miliknya. Katanya agar tenang karena sudah memilih tempat.

Saya menanyakan kondisi mushola seusai beliau shalat, katanya: "Kondisi ramai, khutbah dipercepat, orang-orang menggunakan masker." Seperti itu.

Seusai shalat, seperti tradisi tahunan, kami saling bermaaf-maafan ke masing-masing pihak anggota keluarga. Sayangnya, tidak lama kakak saya harus masuk kerja, karena beliau seorang perawat jadi mempunyai tanggung jawab atas itu.

Lalu, saya berfoto beberapa kali dengan ibu saya, sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Yang berbeda paling hanya dari baju yang dikenakan. Tetapi tetap terpancar rasa bahagia di dalam hati dan bersyukur karena Allah masih memberikan kesempatan untuk bisa lengkap, masih ada semuanya.

Tamu satu per satu hadir datang ke rumah, terus kami bersalam-salaman berasa canggung, saling hati-hati satu dengan yang lain. Salamnya pun dengan salam corona hehe. Saya menilik sepertinya tidak ada yang tamu mau untuk duduk sejenak mencicipi kue atau makanan yang tersedia di atas meja. Hanya sampai pada beranda rumah. Begitupun terlihat dengan keluarga saya, lebih bersikap hati-hati, bahkan sebenarnya ketika pagi pintu ingin ditutup rapat-rapat seluruhnya, ujar ayah saya.

Memang tidak salah apa yang sikap ayah saya lakukan tersebut, karena masa-masa seperti ini semua orang sangat khawatir. Tapi, saya berusaha menegosiasi dengan beliau, akhirnya ya di buka juga. Karena ini momen tahunan. Berhati-hati baik, tapi bukan sampai menutup diri.

Ya.. dengan menjaga jarak ketika salaman, dan bila terpaksa bersentuhan dengan yang sesama mahram, menggunakan hand sanitaizier setelahnya. Orang-orang pun bertingkah laku sama, berkeliling sembari mengantongi hand sanitaizier. Lucu sekali hari-hari ini.

Sangat kaku, sangat tidak luwes dan tidak enak. Keadaan, kondisi seperti ini masih terasa seperti mimpi. Mimpi dari tidur yang berkepanjangan.

Namun, lebaran tetaplah lebaran. Tidak sama sekali mengurangi esensi, kebesaran hari tersebut.  Pancaran bahagia orang-orang, senyum yang merekah baik anak kecil, orang dewasa atau orang tua. Semua larut dalam bergelimangan tawa. Mungkin, memang ada yang berbeda, tetapi dibandingkan rasa bahagianya, lebih banyak rasa kebahagiaan yang dirasakan.

Kita memang harus berterima kasih kepada teknologi. Berkatnya, lebaran ini menjadi lebaran yang paling unik, yang orang tidak akan lupa dengan apa yang terjadi hari ini. Orang-orang pada bersilaturahmi secara online, dengan sanak keluarga. Karena tidak sedikit dari kontak WA saya yang memperlihatkan hal itu.

Saya tersenyum kecil melihatnya sembari bergumam di dalam hati, "orang bisa bahagia meski berada di jarak yang jauh, terpisahkan oleh puluhan kilo mil, dan bisa ketawa-tawa walaupun lewat sebuah kamera"

Dari sana saya menjadi mengerti. Ternyata, daripada meributi hal-hal yang tidak kita dapati, merengek-rengek akan suatu yang sudah hilang. Ternyata ada lebih banyak hal yang harus kita syukuri dan masih kita bisa dapatkan. Salah satu nikmat besar tersebut adalah, formasi ketika foto masih dengan kondisi orang-orangnya yang sama. Dengan kondisi lengkap.

Maksudnya, kondisi keluarga semuanya masih hidup. Masih sama. Dan semoga kondisi tersebut bisa terus sama, berulang-ulang setiap tahunnya. Semoga yang berbeda hanyalah ketika bertambahnya anggota keluarga, baik ada yang menikah atau mempunyai keturunan. Semoga bukan karena ada yang meninggalkan atau kehilangan. Karena kehilangan merupakan satu-satunya rasa yang setiap orang enggan merasakan.

Sayangnya, hal tersebut tidak mungkin. Setiap orang yang datang dalam kehidupan juga akan pergi meninggalkan. Selalu seperti itu pola kehidupan. Namun, saya berharap, semoga rasa kehilangan itu tolong jangan dalam waktu dekat ini. Karena saya masih mengingkan semuanya masih ada.

Saya menulis demikian, berkaca dari empat orang tetangga saya yang meninggal jauh sebelum bertemu dengan lebaran tahun ini. Betapa remuknya hati-hati mereka melihat foto-foto kenangan keluarga sebelumnya, dibandingkan sekarang yang jumlah personilnya berkurang.

Lagi-lagi segala angan-angan dan harapan dibatasi sebuah dinding besar yang bernama kenyataan. Ya mau tidak mau, siap tidak siap. Kita akan merasakan fase tersebut. Pasti. Entah kita yang lebih dulu ditinggalkan atau kita yang pergi meninggalkan.

Saya percaya semua yang terjadi adalah atas kehendak Allah ta'ala, dan takdir Allah itu pasti baik. Termasuk lebaran tahun ini bersamaan dengan pandemi covid-19 dan meninggalnya orang-orang yang disayangi.

Terima kasih.

Taufan Maulana Putera
25 April 2020
Ditulis di Karawang

Komentar

Postingan Populer