Penonton Kebahagiaan

Sumber: Unsplash.com

Aku adalah penonton paling setia dari kebahagiaan kalian. Aku mengetahui itu menyakitkan, tetapi aku gemar melakukan berulang-ulang.

Salah satu bentuk terima kasihku sampai detik hari ini adalah, karena Instagram-mu tidak kau kunci. Aku bisa leluasa mendatangi kapan saja. Melihatmu berfoto bersama seorang laki-laki yang kau cintai.

Aku menikmati cemburu atas hubunganmu yang semakin erat. Memamerkan sebuah foto kebahagiaan, gelak tawa, serta kemesraan memenuhi feed Instagram-mu. Kau tak pernah mengetahui kan? dari tempat kejauhan, aku menderita kesakitan.

Naif bila aku mengatakan baik-baik saja ketika mengetahui kalian meresmikan hubungan. Selama ini aku hidup, ternyata hanya menghabiskan waktu untuk berangan-angan. Memimpikan untuk bisa menjalin hubungan denganmu, berjalan berdua, dan sampai puncaknya-- aku bisa memakaikan sebuah cincin di jari manismu dalam bingkai ikatan pernikahan. Aku tersadar. Angan-angan tetaplah menjadi angan-angan. Memang kenyataannya selama ini kau tidak mencintaiku. Aku yang hanya mencintai sendirian.

Maaf bila sampai hari ini aku masih saja mengingatmu. Karena kau sudah menjelma sebagai ingatan di kepala, mengalir deras di dalam darahku, sebagai alasan mengapa jantungku tetap memompa. 

Aku suka kesal, orang mencoba menguatkanku dan selalu berkata mengenai keikhlasan. Tapi tahukah? Bahwa mengikhlaskan dan merelakan adalah perkara sulit yang pernah ada. Sudah tiga tahun berjalan, aku masih saja menangisi kepergian.

Kenyataannya-- kau mencintainya dan kau bahagia dengannya. Itu merupakan kenyataan pahit yang aku tak sanggup untuk menerimanya. Tapi aku tak pernah sekali pun mendoakan keburukan atas hubungan kalian. Bagiku, menyaksikan kebahagiaan kalian adalah sarana menghibur diri sendiri atas hancurnya perasaan.

Kenyataannya-- aku masih saja menjadikanmu sebagai kisah yang selalu aku banggakan, tetapi kau menjadikannya sebagai kisah kebangganmu.

Mungkin, pada saat ini, sadar diri merupakan obat yang tepat untuk meredakan betapa nyerinya kehilangan.

Terima kasih.

Taufan Maulana Putera
28 Februari 2020
Ditulis di Yogyakarta tercinta

Komentar

Postingan Populer