Memilih Tidak Tidur Lagi

Sumber: Unsplash.com

Untuk sebagian orang, meditasi merupakan ritual untuk mengawali pagi. Namun bagi seorang muslim, shalat shubuh menjadi ritual terbaik untuk mengawali aktivitas. 

Saya teringat ketika masa SMA dulu. Perempuan yang saya suka memerintahkan untuk harus shalat shubuh berjamaah ke masjid. Dan lucunya, tidak mikir apa-apa, saya langsung mengiyakannya. Sebegitu magis-nya kata-kata dari perempuan tadi. Hehe namanya juga masa sekolah, apapun yang diperintah perempuan yang disuka, langsung jawabannya "siap komandan, 86!". Saya masih teringat ketika hari pertama datang shalat, saya ketiduran sampai bapak-bapak di masjid berdiri pada salam-salaman. Dan saya masih duduk ketiduran. Wkwk lucu sekali.

Tahun demi tahun berjalan. Kini, shalat bukan karena perintah manusia, tapi karena kesadaraan diri. Sebegitu butuhnya manusia terhadap Rabb-nya. 

Terhitung di bulan Maret ini, saya belum tidur lagi sehabis shubuh. Dan memang kenyataannya tidur lagi sehabis shubuh merupakan kenikmatan yang tiada tara. Saya bertekad tiap tahun untuk tidak tidur lagi sehabis shubuh, namun selalu gagal. Pasti ada saja dalam satu bulan entah, satu, dua atau tiga kali tidur. Di bulan Maret ini, saya akan mengalahkan diri saya sendiri. Semoga saya menang, dan berlanjut di bulan-bulan seterusnya. Aamiin.

Bagun pagi itu enak. Nikmat. Segala macam ide berterbangan di kepala. Waktu produktif melakukan banyak kegiatan; Olahraga, menulis, membaca dan bersih-bersih. Bulan ini saya sedang menamatkan buku Man's Search for Meaning karya Viktor Frankl, semoga saja bisa selesai bulan ini, karena dari bulan kemarin saya belum menyelesaikan. Sedangkan masih ada tumpukan buku yang mengantri untuk segera di baca.

Rasanya keluar rumah ketika shubuh-- di gang rumah sepi, hening, langit yang gelap dan suara yang tenang. Semua itu adalah suasana terbaik. Disaat mungkin orang lain masih bermimpi, kita sudah lebih dulu mengawali hari.

Cobain deh, tarik napas dalam-dalam, terus keluarin lagi. Udara pagi yang begitu sejuk, belum tercampur dari karbon monoksida yang berasal dari asap kenalpot tetangga yang hendak berangkat bekerja.

Ada pemandangan yang manis yang selalu membuat saya membayangkan hal yang serupa ketika kelak berkeluarga adalah, bapak-bapak yang mengajak anak-anaknya yang masih kecil buat ikut shalat di masjid. Itu manis banget. Dimana saya pernah melihat anaknya sampai terkantuk-kantuk. Ada juga yang bapaknya shalat, anak kecilnya tidur di depan bapaknya. YaAllah. 

Logika sebagian manusia mungkin beranggapan, "Anak kecil kasian, harusnya gausah dibawa, biar di rumah aja. Takut nanti ngantuk di sekolah.". Keliru. Memang seharusnya pendidikan agama ditanamkan sedini mungkin, agar ketika tumbuh besar menjadi sebuah kebiasaan baik, bukan malah membantah atau melawan.

Sekarang sudah bulan Sya'ban, bulan depan sudah masuk Ramadhan. Masih teringat betapa pedihnya tahun kemarin, beberapa masjid hanya melakukan adzan, dan setiap orang shalat di rumah masing-masing. Shalat shubuh berjamaah di masjid ketika Ramadhan sebelum pandemi, biasanya ramai seperti shalat maghrib di bulan biasa. Mengingat saat ini kondisi setiap masjid menerapkan protokol kesehatan, sehingga shaf-shaf shalat berjarak, harus datang lebih awal karena bisa-bisa tidak kebagian tempat. Saya tidak sabar menanti pagi di bulan Ramadhan. 

Ada cerita Ramadhan tahun 2019, di masjid Pogung Dalangan, Jogja. Ketika malam 10 hari terakhir Ramadhan banyak mahasiswa, ataupun orang tua yang melaksanakan itikaf di sana. Dan semua difasilitasi. Mulai dari makan sahur, minum dan tempat menginap orang yang bermukim. Benar-benar maa syaa Allah pelayanan yang luar biasa. 

Sewaktu-waktu, berkat pertolongan Allah saya berkesempatan hadir di sana. Saya duduk, melihat ada bapak-bapak membawa dua putranya untuk itikaf. Anak pertama terlihat seperti anak 4 atau 5 SD. Kemudian anak yang terakhir seperti umur 4 tahunan. Bapaknya ngaji sampai sekitar jam 11 malam, lalu saya melirik anak yang terakhir tidur pulas sembari di elus-elus tubuhnya oleh sang bapak. Kalau tidak salah dalam mengingat, ketika sahur si anak ngompol di dalam masjid. Ini lucu banget. Wkwk. 

Namun, langsung dipel dan dibereskan oleh takmir yang di dominasi rata-rata mahasiswa dari UGM. Karena lokasi masjidnya dekat dengan kampus UGM. Kejadian ngompol tadi menjadi pemandangan yang begitu menyenangkan dan lucu. Tidak terlihat sama sekali raut marah dari wajah takmir. Malah pada ketawa-tawa, termasuk dengan saya.

Lalu sang anak terakhir duduk sembari menatap dengan mata kosong. Karena posisinya ia baru terbangun. Si kakak sembari menemani di sampingnya. Lalu datang sahur bersama, baik bapak, anak pertama dan terakhir menyantap makan sahur bersama. Allahuakbar. Jika diingat Ramadhan kala itu menjadi kenangan yang begitu berkesan. Benar-benar family goals ketika bisa taat bersama keluarga. 

Karena tidak semua anak lahir dari keluarga yang paham mengenai agama. Maka, apa yang tidak saya dapatkan ketika kecil, saya berharap kelak anak saya bisa mendapatkannya. Cita-cita saya ketika berumah tangga dan mempunyai anak; saya ingin menggandeng tangan anak saya jalan menyusuri gelapnya subuh. Satu shaff dengannya ketika shalat. Hanya membayangkannya saja sudah begitu membuat bahagia. Memang pemandangan paling indah adalah ketika seorang hamba dekat kepada agamanya. Semoga saya dan anda, bisa menjadi hamba yang taat terhadap agama. Aamiin.

Ya hanya itu saja. Sebenarnya saya ingin menulis lebih banyak. Karena ada banyak hal menarik nan manis yang saya temukan. Namun, takut terlalu panjang jika dituliskan semuanya. Ini saja sudah mau jam 7 pagi, jadi saya harus mengerjakan pekerjaan lainnya. 

Jadi saya memilih untuk tidak tidur lagi.

Terima kasih.

Taufan Maulana Putera
18 Maret 2021
Ditulis di Karawang

Komentar

Postingan Populer