Pakde saya foto bersama taruna
Tanggal 28, jadi desa yang saya tempati di
Jogja kedatangan Akmil (Akademi Militer). Jauh sebelum itu, saya dan pakde saya
yang beliau merupakan mantan pelatih taruna Akmil, mempersiapkan semuanya,
mulai dari bersih-bersih, jemur kasur dan mempersiapakan kebutuhan lainnya.
Jujur, ketika mendengar kabar kalau akmil
akan datang, perasaan hati saya sangat antusias sekali.
Karena mengenakan seragam
loreng menjadi cita-cita saya sedari dulu.
Jadi akmil, mereka datang kesini karena
ada kegiatan latihan praja bakti yang dibagi dan disebar di dua kecamatan
Sleman, yaitu kecamatan Kalasan (daerah desa saya) dan kecamatan Ngaglik.
Di desa saya dusun Timur sendiri, dibagi 1
peleton yang sekitar 42 orang. Disebar dimasing-masing rumah, yang mereka
menginap disana.
Nah rumah saya ini kebagian ditempati mereka, kalau gasalah
sekitar 6/7 orang. Mereka terdiri dari tingkat tiga dan tingkat 2, ya kalau
kuliah umum sekitar semester 5 dan semester 3.
Lalu ketika bertemu dengan mereka,
melihat seragam, baju dan peralatan lainnya. Saya menjadi haru, sedih mengingat
dulu pernah berjuang begitu keras kepala untuk itu.
Bukan sedih menyesal atau
keburukan, tapi seperti “Ah gila gua pernah berusaha untuk mendapatkan itu!!”
Iya, saya jadi mengingat dulu; ketika keluar
rumah malam-malam buat bisa nambah jatah lari, saya pernah latihan sampe
muntah-muntah dan tangan pada kapalan karena pull up.
Apalagi menjelang beberapa
bulan ketika ingin test. Medical check up, qodarullah (Takdir Allah) ternyata didiagnosa terkena penyakit
dalam.
"Mas, kalau kamu tetap lanjut kesana kamu akan langsung gugur."
Deg! Tubuh saya pada saat itu lemas, ya karena sebelumnya saya melihat tidak ada masalah dengan tubuh ini. Tidak merasakan sakit apa-apa.
Kalau mengidap amandel sudah mengetahuinya dari lama, dan itu pun juga harus diangkat.
Shock banget dong, hebatnya saat itu orang tua tetap saja mendukung. Mengusahakan yang terbaik untuk anaknya.
Itu merupakan momen-momen terhebat dalam hidup saya. Merasa beruntung saya memiliki keduanya.
Maaf pah, mah. Sampai saat ini belum bisa membuat bangga.
. . .
Kemudian tanpa pikir panjang setelah
UN selesai saya langsung operasi, dengan harap-harap bisa segera hilang dan terangkat penyakitnya.
Lalu, ternyata tidak seindah yang saya
bayangkan.
Doker berkata bahwa, penyakitnya akan baru benar-benar hilang enam bulan pasca operasi. Karena ada bekasnya, dan beliau menyarankan agar ditunda dulu
pendaftarannya tahun ini (2017).
Dan enam bulan itu sudah pasti akan lewat
masa test akmil. Dan bang Rafael sendiri, beliau merupakan pembina di Kodim
Purwakarta, yang melatih kita teman-teman yang ingin masuk angkatan.
Saya
menelfon beliau, menceritakan apa yang saya alami. Beliau menyarankan agar saya
menunda untuk tidak melanjutkan pendaftaran ke sana.
Ya sudah, hancur harapan saya. Keindahan
yang saya bayangkan, cita-cita yang saya idam-idamkan ketika dahulu harus pupus
diterpa badai kenyataan.
Setelah melewati masa berat tersebut, saya
masih takut bertemu dengan manusia, takut ditanya-tanya dan saya takut untuk menceritakan, menjelaskan kepada mereka sesuatu hal yang sangat menyakitkan
untuk saya.
Kerjaan saya pada saat itu hanya di kamar dan makan. Tidak ada sama
sekali gairah.
Saya berusaha membaca soal kegagalan, tentang
penolakan dan melihat motivasi di YouTube.
Tapi ada yang lebih sangat menampar
saya; motivasi, dorongan dari sahabat sekolah dulu.
Mereka datang ke rumah,
ngobrol, menceritakan tentang perkuliah mereka yang membuat saya sadar. Apakah
mau seperti ini terus saya?
Lalu saya mulai berani bercerita kepada
orang tua, kepada orang-orang terdekat. Banyak masukan yang sangat berarti dari
mereka yang menyadarkan saya.
Saya tidak boleh terus-terusan seperti ini.
Karena kenyataan yang lebih menyakitkan
adalah, selepas enam bulan itu, penyakitnya tidak benar-benar hilang. Ia masih
ada, bahkan.. sampai saat sekarang ini.
Maka, setelah mendapatkan pembicaraan,
nasihat dan kenyataan kalau penyakitnya masih ada.
Saya memutuskan untuk
mencari kuliah umum saja, tidak mesti harus menjadi tentara.
Dan ini merupakan pelajaran hidup yang mahal, bahwa— tidak
semua yang anda bayangkan, harapkan dan cita-citakan akan terlaksana sesuai
hendak kita.
Sejatinya, manusia hanya dapat berusaha, tetapi Allah yang
menentukan. Kita hidup didunia hanya tinggal menjalankan takdirnya masing-masing.
Maka, Entah jadi
apapun anda sekarang ini, yang penting bersyukur, jalani hari-hari penuh dengan
rasa bangga.
Saya berpikir, kalau tidak bisa membanggakan dalam bidang militer, tetapikan masing ada
bidang-bidang yang lainnya.
Saya yang sekarang ini begitu berterima
kasih atas masa-masa tersebut, mencoba dan gagal setidaknya lebih baik daripada
tidak pernah mencoba sama sekali.
Banyak pelajaran berharga serta pendewasaan
yang saya dapat karena kejadian tersebut. Membuat saya mempunyai
pandangan, cara bersikap yang berbeda.
Manusia itu akan bertumbuh seiring
dengan waktu, usia, luka, rasa sakit dan kegagalan.
Seperti pedang; pedang yang hebat, kokoh dan tajam karena terletak pada saat proses pembuatannya.
Pedang itu ditempa dengan keras dan diasah.
Pun demikian dengan manusia. Ditempanya dengan ujian, rasa sakit dan kegagalan. Membuat kita semakin tahan, semakin kuat dan bertumbuh ke depan.
"Terbentur, terbentur, terbentur, terbentuk." Diucapkan oleh salah satu pendiri republik; Tan Malaka.
Kutipan di atas merupakan kutipan terbaik yang pernah saya baca.
Saya jadi lebih menghargai sebuah proses. Bahkan, saya rasa proses tersebut justru lebih prestisius dibandingkan dengan hasil.
. . .
Setelah cerita, ngobrol-ngobrol dengan
mereka, saya merasa diri ini kecil, tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan meraka.
Ternyata diluar sana ada yang usahanya lebih besar, perjuangan
serta pengorbanannya lebih banyak.
Ada yang tiga kali gagal, terus di tahun
terakhir diterima. Ada yang latihan satu hari sampai 100x push up dan banyak
cerita keren yang saya dapatkan dari mereka saat menginap disini.
Mereka-- para taruna sangat humble sekali,
enak diajak bercerita, bahkan ada tiba-tiba mendatangi saya ke kamar, ngasih
makanan dan membuatkan kopi.
Sangat terkejut, saya kira bakalan disuruh push up atau
apa. Hehe
Ada kejadian yang unik. Ada salah satu dari mereka, yang jatuh sakit. Ketika pagi yang lain
pada apel dan sarapan pagi, dia cuma tiduran aja.
Setelah selesai apel, temennya mendatanginya, membangunkan
dia, terus membawakan makanan. Allahuakabar. Saya mendengar hal tersebut
dibalik kamar sangat tersentuh sekali.
Salut, betapa tingginya solidaritas mereka.
Ya berarti bener. Orang itu akan terpana, terkagum akan sikap dan tingkah laku yang baik.
Tidak terbantahkan lagi hal
tersebut.
Apalagi saya termasuk orang yang perasa dan mudah sekali tersanjung.
Setelah lima hari menginap; Mulai dari
berinteraksi, cerita, kerja bakti dan ngepes bareng.
Lalu, munculah sebuah
harapan besar kepada mereka:
Semoga Indoensia menjadi negara yang keren, tangguh dan berkembang di
tangan mereka kelak.
Kelak, merekalah yang menjadi calon-calon pemimpin di masa depan. Semoga menjadi garda
terdepan dalam melindungi negeri ini, dan yang terpenting semoga Allah
memberikan keamanan untuk negeri Indonesia yang tercinta ini. Aamiin.
Terutama, terima kasih saya ucapkan teruntuk bang Abu,
bang Rian dan bang Andri. Telah banyak bercerita, dan asik banget kalian.
Ohiya btw,
saya dikasih oleh-oleh gantungan akmil sama mereka. Bang Rian ngasih stiker
akmil, dan langsung saya tempel di depan laptop.
Taufan Maulana Putera
9 Desember 2019,
ditulis di Yogyakarta tercinta
|
Komentar
Posting Komentar